Kesunyian menyergap kios gerabah Ratnawati (70) di Kelurahan Panjunan, Kecamatan Lemahwungkuk, Kota Cirebon. Di antara lalu lalang pelintas di depan kios, nyaris tiada orang yang menghampiri dirinya.
Alih-alih membeli, sekedar singgah untuk melihat-lihat pun tidak. Ia nyaris kesepian hari itu
“Ramadan ini memang sepi, 2-3 hari jualan biasa enggak ada pembeli sama sekali,” ujarnya, Selasa, 20 April 2021.
Situasi tersebut sedianya bukan kali pertama dialami Ratnawati. Ia menyadari, daya pikat gerabah Panjunan telah meluntur seiring zaman.
Dahulu, hampir setiap rumah di Panjunan berjualan, bahkan memproduksi gerabah. Masa itu sekitar 1970, sebuah masa keemasan kala gerabah Panjunan berdaya pikat hingga membuat kawasan setempat sebagai sentra gerabah di Cirebon.
Ratnawati salah satu perajin gerabah saat itu. Dia memproduksinya dari waktu ke waktu sebab tingkat penjualannya memuaskan.
Dari perajin, ia kemudian menjadi salah satu penjual gerabah. Menempati kios warisan orang tuanya, Ratnawati setia dengan profesi yang digelutinya hingga kini.
Namun, zaman berganti. Menurutnya, banyak warga sekitar lantas alih profesi hingga membuat produksi gerabah Panjunan berkurang.
Menurunnya penjualan bisa jadi telah mendorong perubahan profesi masyarakat setempat. Disinyalir, pesona gerabah Panjunan tak cukup kuat memikat para generasi muda untuk menekuninya.
Satu demi satu produsen gerabah Panjunan berguguran. Kini, hanya Ratnawati seorang yang berjualan gerabah di sana.
“Saya juga enggak bikin gerabah lagi, sekarang sih gerabahnya ngambil dari luar kota,” cetusnya.
Ia menyebutkan, gerabah yang dijualnya saat ini rerata didatangkan dari Jamblang, Arjawinangun, di Kabupaten Cirebon, serta daerah lain. Padahal, dulu keluarganya dapat memproduksi sendiri gerabah-gerabah yang dijualnya.
Harga gerabah yang dijual Ratnawati berkisar Rp25.000-Rp150.000. Gerabah yang dijualnya antara lain berupa gentong air wudhu, mustaka masjid atau hiasan pada puncak atap rumah, kendi untuk menanam ari-ari bayi, dan lainnya.
AYO BACA: Gubahan Musik Sampah Plastik, Berangkat dari Teror di Dalam Tanah
AYO BACA: Berdiri Sejak 1437, Masjid Jagabayan Cirebon Tempat Wali Musyawarahkan Penyebaran Islam
Meski berhadapan dengan kesenyapan, Ratnawati mencoba tabah dan mensyukuri kenikmatan yang diperolehnya. “Enggak apa-apa sendiri juga, yang penting disyukuri aja. Sekarang kan sudah enggak produksi lagi, jadi enggak repot,” ucapnya.
Meski begitu, asanya tetap menyala, suatu hari sejarah akan terulang. Harapannya, kawasan sekitar dapat berkembang dan lebih banyak dikenal sehingga berefek positif pada penjualan gerabahnya.
Walau tak serupa persis dengan situasi pada 1970, ia berharap setidaknya gerabah yang ia jual masih dapat memesona khalayak ramai. Ratnawati meyakinkan, kualitas gerabah yang dijualnya baik.
Kepala Dinas Kepemudaan Olahraga Kebudayaan dan Pariwisata (DKOKP) Kota Cirebon, Agus Suherman menyatakan, tahun ini kawasan Panjunan yang pula dikenal sebagai kampung wisata Arab kembali diajukan sebagai kampung wisata kepada Pemprov Jawa Barat.
AYO BACA: Legenda Ki Jumad dan Larangan Menabuh Bedug di Masjid Desa Jatisawit Indramayu
AYO BACA: Baru Buka, Alun-alun Kejaksan Jadi Spot Ngabuburit Warga Cirebon
Pengajuan ini bukan kali pertama. Pada 2020, kampung wisata Arab dan Pecinan yang meliputi Panjunan dan sekitarnya telah memiliki detail engineering design (DED) sebagai kampung wisata. Namun, akibat pandemi Covid-19, pemprov harus melakukan refocusing anggaran sehingga membuat perwujudan kampung wisata sempat terhenti.
“Tahun ini, Pemprov Jabar minta kampung wisata Arab dan Pecinan diajukan lagi untuk direalisasikan secepatnya,” terangnya.
Pemkot Cirebon sendiri rencananya memiliki konsep kampung wisata di sejumlah lokasi lain, antara lain Kanoman di Kecamatan Lemahwungkuk sebagai kampung wisata seni dan Bendakerep di Kecamatan Harjamukti sebagai kampung wisata religi.
DED untuk Kanoman dan Bendakerep diyakinkannya telah ada sejak 2019. Sayang, persoalan yang sama dengan kampung wisata Arab dan Pecinan menghambat tindak lanjut perwujudan kampung wisata di Kanoman dan Bendakerep.
“Khusus kampung wisata Arab dan Pecinan akan sebagai penyokong wisata kota tua yang meliputi area BAT (eks gedung British American Tobacco) dan sekitarnya,” paparnya.
Kampung wisata Arab dan Pecinan dikonsep berbasis budaya dan sejarah maupun kuliner. Mantan Camat Harjamukti ini menilai, keberadaan bangunan kuno yang ikonik seperti Masjid Merah Panjunan hingga aktivitas masyarakat sekitar seperti eks sentra gerabah, dapat menjadi magnet bagi pelancong.